Macet lagi macet lagi, gara gara si Komo lewat.
Penggalan sebuah lagu anak anak tersebut kadang membuat saya bertanya tanya. Siapakah si Komo itu? Mahkluk seperti apa? Dan celakanya sampai sekarang saya pun gagal paham tentang si Komo itu. Biarlah nanti suatu saat saya tanyakan perihal si Komo kepada sang pembuat lagu.
Berbicara tentang kemacetan kadang kita merasa bingung, prihatin, gemes, geli dan segala macam perasaan menjadi satu. Dan di situlah kadang saya merasa sedih. Berbagai diskusi, simposium dan seminar lintas stakeholder sampai saat ini, ternyata gagal menguraikan kemacetan. Para cerdik pandai dan ahli transportasi seakan dibuat tak berdaya menembus betapa ruwetnya problema mengatasi kemacetan ini. Ribuan unit kendaraan baru setiap tahun, selalu siap dan pasti diedarkan di jalan jalan seantero republik ini. Dan pelan tapi pasti, kemacetan dengan segala melodrama yg mengiringi akan terpampang di segenap penjuru negeri. Kemacetan Ibukota sekarang ini memang sudah pada titik mendekati kronis. Dan itu membuat miris, jika faktanya kita sendiri malah cenderung apatis.
Baiklah, tentu kita tidak serta merta mengklaim bahwa gagalnya mengatasi kemacetan hanya disebabkan oleh instansi atau individu tertentu. Ada banyak korelasi yg membuat kemacetan. Secara garis besar sebab utama kemacetan terbagi menjadi tiga faktor.
1. Manusia.
2. Kendaraan..
3. Infrastruktur
Ketiga faktor itulah sebenarnya biang keladi kemacetan selama ini. Jika kita memang benar2 serius ingin kemacetan ini segera terhapus dari muka bumi Indonesia tercinta ini, maka kita harus menyatukan tekat, menselaraskan niat serta menebalkan semangat. Dan ini harus benar2 seriuousss. Tingkat kesungguhan diatas serius, karena akan melibatkan berbagai macam institusi yg sudah pasti membawa kepentingan masing2.
Pendeknya persoalan kemacetan ini harus diuraikan dari hulu hingga hilir. Dan ini perlu langkah langkah imajiner yang revolusioner dan terstruktur. Jika tidak, atau hanya setengah2 maka kita seperti akan menegakkan benang basah.
Pertanyaan nya sekarang darimana sebaiknya perbaikan itu kita mulai?
Jika melihat urutan, maka faktor manusia ada di rangking teratas dari daftar pelaku kemacetan. Diliat dari sudut pandang siapapun individu, maka self development ini sangatlah vital. Ya, kita mulai dari diri kita masing masing. Kita sebagai pengguna dan pemakai jalan, juga instansi2 yg berkaitan dan tak ketinggalan juga Polri. Pendeknya segala lini harus saling introspeksi dan berbenah diri.
Sebagai pengguna jalan, tak lain dan tak bukan adalah dengan cara mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Lain tidak. Pernahkah kita menyadari hal hal konyol yang kita lakukan ternyata berdampak menimbulkan kemacetan? Menyerobot lampu lalu lintas, melawan arus adalah sedikit dari perbuatan egois kita. Celakanya tak sedikit kejadian laka lantas berawal dari pelanggaran aturan lalu lintas. Jika sudah demikian kejadiannya, tentunya akan merugikan kita semua, baik secara materi maupun moril.
Pun demikian dengan Polri. Sebagai alat negara, instansi inilah yang diplot sebagai garda terdepan memangku urusan berlalu lintas warga negara. Di pundak Laskar Bhayangkara inilah segala sendi sendi kehidupan aturan berlalu lintas ditegakkan. Hanya saja…berlindung dibalik semboyan mengayomi dan melayani, kadang hanya ulah segelintir oknum kurang dedikasi, malah menjadikan wajah polri seakan terciderai. Dan ini jelas, reformasi menyeluruh internal mutlak dilakukan. Semoga stigma negatif masyarakat selama ini menjadi pemicu akan kembalinya citra korps menjadi lebih luhur, seperti apa yang di cita citakan oleh Bapak Hoegeng. Sudah seyogyanya pada instansi inilah kita berharap lebih dari sekedar tertib, teratur dan aman.
Infrastruktur juga menjadi salah satu faktor kunci penyebab kemacetan. Kondisi jalan yang tidak rata, bergelombang, lubang menganga serta bekas galian yang tak tertutup sempurna adalah wajah dari jalanan kita. Terlebih disaat musim hujan, sebuah genangan di titik jalan sanggup memacetkan arus lalu lintas ratusan meter.
Lantas apa saja langkah langkah yang seharusnya dilakukan oleh Ditlantas Polri dalam mengatasi kemacetan ini?
Berikut adalah beberapa alternatif teknis dan nonteknis yg bisa di aplikasikan dan (ini yang penting) berbiaya relatif murah jika pembandingnya adalah proyek proyek transportasi massal berdana trilyunan rupiah.
Non teknis
1. Penegakan Hukum.
Inilah hal yang harus segera mendapatkan pembenahan secara total. Bukan isapan jempol belaka jika penegakan hukum berlalulintas sekarang ini jauh dari kata tegak. Masih ingat dengan kehadiran sosok fenomenal Andi Wenas dengan Ichiro nya? Bukan tanpa alasan dengan apa yang dilakukan beliau ini. Lemahnya pengawasan petugas membawa konsekuensi bahwa pembiaran demi pembiaran akan melahirkan kebiasaan.
Petugas yang tegas dan tak kenal kompromi adalah jaminan dari ketegakan hukum itu sendiri. Dan yang utama adalah tanpa pandang bulu, personality maupun status sosial. Menyeluruh. Sopir angkot ngetem, parkir liar dan kaki lima adalah masalah urgent yang secepatnya mendapat sentuhan dari penegakan hukum ini. Belum lagi dengan pengendara nakal yang tak memakai helm, berboncengan lebih dari peruntukan dan sederet pelanggaran2 lalulintas. Tidak mudah memang, namun jika di barengi dengan tekat baja, bukan tak mungkin hal tersebut bisa ditanggulangi.
2. Gerakan Disiplin Nasional.
Masih ingat dengan GDN? Ya, setelah mati suri tidak ada salahnya jika gerakan ini dibangkitkan kembali. Kenapa? Kenyataan dilapangan, masih banyak pelanggaran2 yang memicu kemacetan atau bahkan kecelakaan. Pejalan kaki yang menyeberang jalan seenaknya atau trotoar yang alih fungsi. Tentunya anda masih ingat kejadian Charmadi bukan? Pejalan kaki yang menantang bahaya dengan menyeberang bukan pada tempatnya.
Secara birokrasi memang bukan ranah Ditlantas Polri, hanya saja sangat elok jika kebijakan Ditlantas ini terus menerus mendorong Pemda setempat untuk ikut mengambil peran. Pemda bisa menerjunkan Satpol PP untuk mengawasi ranah ini. Tempatkan Satpol PP ini ditempat tempat dimana kemacetan terjadi oleh penyeberang jalan dan lokasi lokasi publik rawan macet.
3. Buku Panduan Keselamatan Berkendara.
Seperti yang sekarang ini kita saksikan, pertumbuhan sepeda motor mengalami peningkatan yang sangat spektakuler. Populasi sepeda motor yang tak terkendali, jelas akan menimbulkan transformasi perilaku di masyarakat. Fenomena kebrutalan geng motor belakangan ini hanyalah sedikit dari ekses negatif yang ditimbulkan. Hal ini jelas selain mengundang keprihatinan juga berpotensi akan masa depan yang suram.
Menurut data AISI, untuk kurun waktu tahun 2014 saja, jumlah sepeda motor yang diproduksi menembus angka 7.867.195 unit. Ini belum termasuk unit yang masih nongkrong di dealer dealer. Jakarta sendiri setiap hari di jejali dengan 4.000 sampai 4.500Β unit sepeda motor baru.
Dan fakta yang kemudian terjadi adalah lahirnya individu individu pendatang baru yang baru bisa naik motor. Dan celakanya, hal ini tidak diiringi dengan pemahaman mendasar tentang norma berlalulintas. Pernahkah kita merasa geli bercampur gelisah, saat seorang ibu yang tidak berhelm dengan sangat percaya diri melenggang di jalan tol beberapa saat lalu? Agaknya kita pun dipaksa maklum, ibu tadi tentunya tidak (belum) tahu aturan berlalu lintas yang benar.
Pertanyaan nya, siapa dan bagaimana mengedukasi masyarakat dan para pendatang baru ini? Adalah dengan mengeluarkan Buku Panduan Keselamatan Berkendara oleh pabrikan sepeda motor. Kenapa pabrikan? Dan bagaimana masyarakat mendapatkannya?
Seperti kita ketahui, bersamaan dengan diterimanya unit kendaraan baru, kita pasti akan menerima buku service, tool standard, helm serta buku panduan kendaraan bersangkutan. Mekanismenya adalah Buku Panduan Keselamatan Berkendara itu wajib disertakan dalam setiap pembelian kendaraan baru.
4. Pembuatan SIM berjenjang.
Sama seperti penerbitan SIM kendaraan roda 4 atau lebih. Hanya saja SIM berjenjang ini diterapkan pada penerbitan SIM C. Seperti kita ketahui SIM C yang kita kenal selama ini tidak mengatur batasan usia pengendara dan cc sepeda motor. Kenapa ini perlu? Tentunya masih segar dalam ingatan kita kasus laka lantas yang melibatkan anak seorang musisi Indonesia yang menewaskan beberapa orang bukan?
Atau kenyataan dijalanan, banyak remaja tanggung yang berkeliaran dengan sepeda motor cc besar? Secara mental, remaja seperti ini belum cakap mengatur ritme emosi. Sifat remaja yang berdarah panas, merasa gagah, enggan mengalah dan belum cukup terbuka wawasan berlalulintas, serta cenderung ugal ugalan. Dan ini berpotensi besar akan terjadinya laka lantas.
Trus, mekanismenya bagaimana?
Buat klasifikasi umur dengan cc motor yang diperbolehkan. Misal, SIM C1 untuk motor dengan cc sampai dengan 149 umur 17-25, SIM C2 untuk motor dengan cc 150-249 umur 26-30 dan SIM C3 untuk umur 31 keatas dengan motor cc 250 keatas.
Teknis.
5. Pembatasan Jumlah Kendaraan
Ini faktor sangat krusial. Suka atau tidak ini kebijakan yang sangat revolusioner dan tidak akan pernah populer. Setelah Pemda DKI menerapkan peraturan pelarangan motor melintas Jalan protokol, kini tak ada salahnya Ditlantas Polri mendorong Pemda DKI untuk kembali mengambil langkah serupa. Dan ini sama sekali bukan pelarangan, hanya membatasi mobil. Ini bukan peraturan balas dendam.
Namun faktanya, pernahkah kita memperhatikan prosentasi mobil yang penumpangnya cuma sopir doang? Walaupun belum ada kajian akurat, namun sepertinya separuh dari jumlah mobil yang beredar dijalan jalan Jakarta adalah mobil dengan minim penumpang. Tak percaya? Buatlah social experiment mengenai hal ini. Ajaklah LSM atau penggiat road safety, catat data pengguna mobil single passenger ini. Dan anda akan mendapatkan data yang mengejutkan. Ironi bukan?, mengingat esensi dari moda transportasi adalah perpindahan orang dan barang.
Jangan lupakan fakta bahwa setiap hari Jakarta diserbu oleh ribuan kendaraan pribadi dari kota kota satelit. Karakteristik mobil yang susah bermanuver dan “makan jalan” nyata benar memiliki sumbangsih potensial membuat kemacetan. Sebuah mobil yang parkir ditepi jalan, sanggup membuat arus lalulintas tersendat.
Ilustrasi dibawah ini semoga sanggup menggedor Pemda DKI untuk menerbitkan PP pembatasan mobil.
Lantas, bagaimana mekanisme pembatasannya?
5.1. Pemberlakuan 4 in 1 di seluruh jalan utama Jakarta.
Setelah “sukses” menerapkan 3 in 1 di sepanjang Jl. Thamrin, kini aturan tersebut ditingkatkan menjadi 4 (atau 5) in 1, dan ini diterapkan di seluruh jalan jalan utama Jakarta. Ini untuk memaksimalkan jumlah penumpang yang bisa diakomodir oleh mobil. Ini membuat orang tidak memaksakan diri untuk memakai mobil jika sendirian.
5.2. Spesifik.
Pembatasan mobil pribadi berdasarkan plat nomor atau warna. Bisa plat nomor ganjil genap dan warna kendaraan. Misalnya hari Senin mobil yang boleh melintas adalah berplat nomor genap, selasa berplat nomor ganjil. Begitu seterusnya. Terkhusus hari Minggu hanya mobil yang berwarna selain hitam yang boleh melintas. Nyeleneh? Tidak juga. Ingat, pemberlakuan ini lebih masuk akal dibandingkan dengan isu liar pelarangan kendaraan masuk lintas daerah.
5.3. Pajak ekstra progresif
Mengenakan pajak progresif untuk kepemilikan lebih dari satu kendaraan. Dan besarnya pajak kendaraan kedua lebih besar dari pertama, ketiga lebih besar dari kedua, dan begitu seterusnya. Dan juga aturan pajak progresif ini selain menyasar kepemilikan dengan nama, juga membidik kepemilikan dengan alamat identik.
Maksudnya bagaimana? Aturan ini berlaku jika sebuah kendaraan beralamat yg sama walaupun nama pemilik berbeda. Contoh kasus, si A mempunyai kendaraan dengan alamat Jl. Maju Mundur Rt 01 Rw 02 Kel. Untung Terus Kec. Ogah Rugi. (Alamat hanya ilustrasi) Nah, apabila ada pengajuan BPKB dengan alamat spt diatas, walaupun bukan atas nama A, maka akan dikenakan pajak super progresif.
Aturan ini selain menjadikan sebuah pos pemasukan negara juga mempersempit ruang bagi orang yang berkeinginan memperbanyak koleksi kendaraan. Hanya orang orang super kaya yang memandang enteng pajak progresif ini.
5.4. Pembatasan usia kendaraan.
Aturan ini mengatur batasan usia kendaraan yang boleh melintas dijalan. Secara teknis kendaraan tak lebih dari 10 tahun keluaran. Kenapa? Banyaknya kendaraan tahun “tua” yang masih berseliweran bukan tanpa resiko, terlebih minim perawatan. Kadar emisi, mogok, laju tidak optimal adalah hal dimana hanya akan menambah beban jalan. Bagaimana dengan kendaraan “tua” yang masih layak jalan, atau pemiliknya sudah terlanjur sayang? Tentunya akan dikenakan pajak khusus untuk kendaraan lebih dari 10tahun.
Lantas, bagaimana membuang kendaraan “tua”? Sebenarnya bukan membuang, hanya kendaraan tua tersebut dijual kembali kepada pabrikan. Dan pabrikan memberikan potongan harga khusus untuk unit baru. Kenapa pabrikan? Karena pabrikan punya sdm dan teknologi. Dan juga inilah arti sebenarnya dari purna jual. Pabrikan tidak serta merta lepas tangan, setelah ribuan unit kendaraan berhasil terjual. Setidaknya kendaraan “tua” ini masih bisa di remajakan kembali.
5.5. Membatasi jumlah angkot
Mendorong Organda dan Dinas Perhubungan untuk memperketat izin angkot. Bukan rahasia jika angkot ibukota ini selain sebagian armada nya kurang layak juga dari tidak tertib para sopirnya. Naik dan turun penumpang sesuka hati dan berhenti sembarangan. Jelas hal ini menambah panjang daftar pemicu kemacetan. Bagaimana mengatasinya? Hapuskan sistem setoran. Sistem ini hanya akan menjadikan sopir ugal ugalan memburu penumpang dan enggan tertib.
6. Jalur khusus sepeda motor.
Pernahkah kita mengamati secara spesifik pergerakan sepeda motor dalam dinamisnya arus lalu lintas? Sepeda motor itu berkarakter mobile, lincah, mudah bermanuver, serta tidak makan jalan. Sebagai kendaraan yang mudah bermanuver, sepeda motor selalu memakai ruang sisa yang tidak tercover mobil. Space inilah yang dimanfaatkan sepeda motor sehingga leluasa dan lincah bergerak. Faktanya suka atau tidak, sepeda motor kini menjadi alternatif kendaraan favorit pembelah kemacetan. Dan pada kenyataannya lebih dari separuh populasi kendaraan dijalan adalah sepeda motor. Dan ini memerlukan penanganan khusus dengan membuat lajur khusus sepeda motor.
Kenapa ini penting? Sepertinya sudah seperti menjadi kesepakatan tak resmi kalo sepeda motor mengambil lajur kiri dari badan jalan. Hanya sangat disayangkan, kadang ulah pengendara mobil yang tanpa disadari telah memblokade lajur tak resmi sepeda motor. Hal ini tentu membuat ruang kosong yang seharusnya bisa dilewati sepeda motor. Alhasil sepeda motor yang terhambat, akan berkeliaran mencari space. Menyelip diantara mobil atau bahkan merampas hak pejalan kaki dengan melintas trotoar. Inilah salah satu penting nya fungsi lajur khusus motor.
Agar tak ada pembiaran kebiasaan buruk, dan meminimalisir gesekan gesekan antara pengemudi mobil dan motor. Selain itu juga mempermudah kontrol pengawasan oleh petugas.
Bagaimana penerapannya?
Lewat kajian tim ahli akan menganalisa proporsi lebar ukuran lajur dan instrument pendukung. Siapa saja yang boleh memakai lajur ini? Sepeda motor tentunya dan juga sepeda.
7. Managemet traffic
Sebuah rekayasa arus lalu lintas berdasarkan kebutuhan. Ini untuk menghindari penumpukan kendaraan. Kemacetan terjadi biasanya pada jam jam dimana aktifitas orang sedang dalam puncaknya. Misal, jam masuk kerja atau masuk sekolah dan jam pulang. Dan hal ini bisa saja melahirkan gagasan buat para pengusaha untuk melambatkan para pekerja kantoran satu jam dari yang semestinya, agar tidak bentrok dengan agenda anak masuk sekolah.
7.1. Angkutan Peti Kemas Malam Hari.
Pernahkah kita berfikir mendalam tentang angkutan barang super jumbo ini? Dengan badan ekstra besar, ternyata menyimpan potensi bahaya di dalamnya. Pernahkah kita menyadari betapa berat “mengendalikan” monster jalanan tersebut. Butuh fisik prima, kemampuan kelas tinggi dan segudang pengalaman ribuan kilometer. Ditambah secara psikologi, betapa “stress” nya pengemudi kontainer ini, jika dihadapkan dengan kondisi lalulintas yang semrawut. Titik atau area blind spot menjadi pertaruhan sang pengemudi. Kenapa? Jarak jangakauan dan pandangan pengemudi sangatlah terbatas. Mereka akan susah melihat manuver dari kendaraan di samping dan belakang. Dan ini sangatlah beresiko. Kejadian laka lantas, motor masuk kolong truk ini sudah sering terjadi.
Dengan dimensi lebar dan panjang beberapa kali lipat dari mobil pribadi dan puluhan kali lipat dari sepeda motor, kendaraan ini mutlak “makan jalan” yang berakibat kemacetan. Isu utama dari point ini adalah faktor keselamatan dan minimalisir potensi kemacetan.
7.2. Normalisasi lampu lalu lintas.
Meninjau dan setting ulang durasi lampu pengatur lalulintas. Dibeberapa titik lokasi, ada traffic light yang durasi warna hijau terlalu cepat berganti. Baru beberapa kendaraan berjalan sudah berganti merah. Alhasil terjadilah penumpukan kendaraan. Pun juga ada lampu pengatur yang waktu nyala hijau nya lama, sedangkan kendaraan yang melintas cenderung lengang, namun pada arus yg berlainan kendaraan begitu padat.
Dan setiap lampu pengatur lalin wajib dilengkai dengan timer countdown. Display angka penghitung mundur dari setiap peralihan warna lampu. Ini penting. Agar pengendara bisa menyesuaikan diri dari pergerakan lampu timer ini. Jika masih hitungan lama, pengendara bisa sejenak melemaskan otot otot atau bahkan membalas sms. Bahkan ada beberapa lampu pengantur lalin ini menunjukkan gagal fungsi. Peralihan warna lampu lalin kadang tidak safety. Mengapa? Dari lampu hijau menyala yang berarti kendaraan harus jalan, secara mendadak berganti merah. Ini berbahaya. Kendaraan yang sedang melaju kencang akan melakukan rem mendadak. ProsedurnyaΒ memang ada warna sebagai warning (kuning) dulu sebagai tanda peralihan warna hijau ke merah. Pendek kataΒ normalisasi dan additional instrument dari lampu lalu lintas ini wajib dilakukan secara menyeluruh.
7.3. Relokasi loket pembayaran tol.
Pengelola jalan tol hendaknya memperhatikan betul akan hal ini. Sering kemacetan terjadi karena antrian kendaraan di depan loket tol. Sedangkan loket pembayaran tol sangatlah dekat dengan jalan yang bersinggungan dengan jalan non tol. Alternatif yang bisa diterapkan adalah menempatkan loket di pintu keluar tol, bukan di pintu masuk. Atau bisa saja di coba di tengah tol sebelum rest area misalnya.
Itulah beberapa alternatif yang mungkin bisa menjadi pertimbangan Ditlantas Polri. Sinergitas antar lini mutlak dilakukan secara massive karena akan menjadi faktor kunci penentu. Polri yang ditunjuk sebagai alat negara, mengemban tugas maha luhur, dimana segala harapan akan tertib dan aman nya berlalu lintas kita nantikan. Di pundak Laskar Bhayangkara inilah disematkan amanat masyarakat agar terciptanya lalulintas yang bermartabat.
Pada akhirnya semua kembali ke kita. Bagaimanapun canggih dan mutakhir nya sebuah sistem, tanpa didukung oleh sumber daya pelaksana dan pelaku yang bermutu, akhirnya hanya menjadi sebuah retorika belaka. Pertanyaan sederhana, mau dan sanggupkah kita mematuhi dan menjalankan sistem tersebut?
Pungkasanβ¦mari kembali menemukan jati diri sebuah bangsa yang berharga diri. Bangsa yang (konon katanya) beradab dan berbudi pekerti. Sudah bosan kita mendengar berbagai tragedi. Risih kita menyaksikan sesama pengguna jalan saling sumpah serapah dan caci maki. Jenuh rasanya kita melihat perilaku keras hati dan arogansi. Tertib berlalu lintas hanyalah salah satu dari sekian indikasi dari masyarakat yang cinta negeri. Individu individu yang disiplin adalah cerminan karakter sebuah generasi. Tak selamanya akan kelabu, selagi masih ada putih. Berbekal niat dan kemauan tinggi di setiap lini, tentu segala keruwetan jalan raya selama ini bisa teratasi.
Semoga.
*) ilustrasi gambar diambil dari Google seraching